Selasa, 23 April 2013

menari di bawah riak hujan


Kamu inget ga kita pernah menari dibawah riak hujan. Kita tertawa bersama sambil  menari-nari dengan senyum manismu.  Indah sekali kala mengingat itu, walaupun sesudahnya kamu demam beberapa hari. Kita tertawa di bawah hujan, kita menghitung tetesan air yang setiap langit tumpahkan dengan tangan kita lalu kita saling melempar tetesan air itu. Masihkah kamu mengingatnya?
Kamu itu seperti hujan, kadang membuat aku tersenyum karena riakannya, kadang juga membuatku menangis karena petirnya. Aku tak pernah merasa kehilanganmu saat hujan turun, aku merasa kamu masih disini menghitung tetesan hujan sambil bersenandung lalu kita menari di bawah riaknya hujan.
            “Nin, aku bahagia saat seperti ini, saat kita menari dibawah hujan, saat aku melihat senyummu terus mengembang dibalik hujan,”  suara sayup-sayup yang ku dengar di setiap kita sedang menghitung tetesan hujan.
Aku tak pernah memimpikan mendapatkan lelaki yang sepertimu, lelaki yang teramat sempurna. Kesempurnaan yang membuat aku sangat takut kehilanganmu. Lelaki itu adalah kamu firman, lelaki yang mampu membuat aku merasa menjadi wanita seutuhnya, lelaki yang aku kenal 3 tahun lalu di stasiun.
Pertemuan yang begitu unik, aku bertemu dia ketika aku mengujungi pacarku dan dia juga mengunjungi pacarnya. Kita bertemu  di sebuah stasiun, awalnya pertemuan kita layaknya pertemuan seorang penumpang kereta, menanyakan tujuan dan tak sengaja ternyata kita duduk dalam satu deret kursi yang sama. Itu saja, namun pertemuan kedua yang berlanjut pada pertemuan pertemuan selanjutnya.  Pertemuan kedua yang memaksa kita untuk terus bertemu karena alasan pekerjaan. Aku tahu tidak ada sesuatu yang kebetulan dan mungkin ini rencana Tuhan untuk menakdirkan kita untuk mengenal dan bersama untuk beberapa waktu sampai akhirnya kita berpisah karena Tuhan tak menakdirkan kita untuk bersama selamanya.
            “Firman, kamu ga pergi ke solo lagi menemui pacarmu”, ucapku dengan nada menggoda.
            “ Ga nin, aku kan udah punya calon pacar disini”, jawabnya sambil melirik ke arahku.
            “ Apa maksud kamu, kitakan sama-sama sudah punya pacar”, aku balas dengan nada yang agak tinggi.
            “ Ga usah sewot gitu nin, aku tahu ko, kamu punya pacar tapi kamu merasa kesepian dan aku juga sama sepertimu”, dia berkata sambil memainkan ponsel di tangannya.
Aku tak pernah menyangka firman seberani mengambil keputusan itu, meninggalkan pacarnya dan bersamaku. Akupun tak pernah menyangka bahwa aku meninggalkan pacarku karena tergoda oleh sosok pria sempurna yang mempunyai sorot mata yang meneduhkan. Aku bahkan tak mempedulikan kesetiaan dan komitmen yang telah aku pahatkan dengan mantan pacarku dulu.
Tapi semesta memang selalu adil, Firman meninggalkan aku demi sosok lain yang lebih sempurna dari aku, harusnya aku sadar dari awal. Tapi yang namanya penyesalan pasti datang diakhir. Disaat aku benar-benar sedang membutuhkan sosok dia, dia malah pergi dengan wanita itu, wanita yang sangat ke kenal, wanita yang tak asing bagiku. Wanita itu adalah dia, sahabatku. Semoga kamu bahagia dengan wanita sempurna pilihanmu itu. Semoga kita masih bisa menari di bawah rintik hujan, oh bukan kita tapi kamu dan dia, dan aku menangis mengenang kita yang dulu bisa menari dibawah rintik hujan.

Rabu, 17 April 2013

masih mengingat aku?




 Kita itu ibarat senja dan  sore, sore akan indah apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore.

Kamu masih ingat aku? Iya aku yang dulu selalu jadi teristimewa untukmu, semoga kamu masih mengingatnya yah? Walaupun aku hanya mantanmu. Ya mantanmu! Kata yang sangat menyakitkan untukku. Masihkah kamu mengenangnya? Mengenang kita yang selalu menikmati senja bersama, mengenang kita yang selalu menghitung bintang di malam yang panjang, mengenang kita yang selalu tersenyum dalam gemuruh hujan. Masihkah kamu mengingatnya?
Kita itu ibarat senja dan  sore, sore akan indah apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore. Kalimat yang selalu kau ucapkan setiap kita menikmati ciptaan agung Sang Pencipta yaitu senja.  Tapi itu dulu, sewaktu kita masih meniti mimpi kita, sekarang apakah kamu juga mengucapkan kalimat itu buat dia yang bersamamu.  
Dulu kita bersama lewati jalan yang begitu terjal, menapaki setiap jalan yang berlorong walau kadang duri menancap kuat di kaki kita, kita selalu saling menguatkan, terkadang air mata jatuh di saat kita berada di ujung yang sangat membuat kita terpuruk. Dulu kamu selalu bilang bahwa aku adalah wanita yang selalu menopangmu di saat kamu terperosok, memang benar. Aku yang selalu ada di saat kamu terpuruk, aku yang selalu membangkitkanmu di saat kamu jatuh, aku selalu mengusap air matamu di saat kamu sudah tak kuat menahan beban itu, aku selalu ada disaat lengahmu agar kamu tak terbuai dan aku yang selalu menyandarkan pundakku,  mendengarkan semua isi hatimu, menguatkan kerapuhanmu dan menegadahkan tanganku di setiap doaku. Aku yang selalu mengatakan bahwa kamu bisa mewujudkan semua mimpimu. Aku tak pernah lelah menghadapimu yang sedang marah, ah tapi itu dulu.
Sekarang kamu sudah bersama dia, apakah wanitamu sepertiku? Ataukah dia lebih dari yang telah aku berikan padamu ataukah kamu menyesal dengan wanitamu? Aku harap wanitamu itu lebih dariku walau sangat tidak mungkin, karena dia hanya tahu kamu saat kamu berada di puncak, dia tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu bagaimana susahnya kamu mencapai puncak. Dia juga tak pernah tahu bahwa ada seorang wanita yang dulu selalu ada menemanimu di tengah tangisanmu. Dia tak pernah melihatmu menangis bukan? Tentu saja, karena hanya aku yang selalu bisa menghapus tangismu, membuat tawamu kembali, membuat senyummu kembali mengembang. Hanya aku kan yang bisa?
Dan kini kamu kembali datang, memintaku untuk menopangmu kembali, memintaku untuk meghapus air matamu, memintaku untuk disampingmu lagi menapaki jalan melewati bukit yang terjal hingga mencapai puncak, dan ketika kamu sudah mencapai puncak kamu akan bersama yang lain. Aku tak sebodoh itu, walau air matamu terus mengalir aku tak pernah lagi menghapusnya, aku tak kan bisa menjadi aku yang dulu untukmu. Kemana kamu disaat aku jatuh? Kemana kamu disaat aku tersungkur? Kemana kamu saat aku menangis, menjerit? Kamu pergikan dengan dia? Kamu tak peduli dengan aku, bahkan kamu tak pernah menganggap keberadaanku.
Kamu begitu sombong ketika berada di puncak, kamu begitu angkuh sekarang ketika  kamu berada di titik lemahmu, kamu memintaku lagi? Aku tak akan pernah menjadi aku yang dulu untukmu, aku yang bodoh dan selalu mengalah untukmu, aku yang bodoh yang selalu menguatkan orang yang tak tahu diri sepertimu!

Ditulis saat hujan dan penuh kabut di kamar kos (Cilimus, Bandung 18 April 2013 pukul 11.00 WIB

Kamis, 11 April 2013

Kota Kita







  Menyusuri setiap tapak jalan yang ada dalam kota kita, lalu kamu pahatkan kenangan di setiap jalan kota kita. Masihkah kamu mengingatnya?
Kota itu, kota kita. Aku selalu merindukannya, karena disetiap jengkal perjalanan cinta kita, kota itu yang banyak mengukir kenangan kita, bukan kota kelahiranku, bukan pula kota kelahiranmu, tapi kota kita. Ya kota kita, karena disana kita pernah meretas mimpi, mimpi bersama. Tapi itu dulu, dulu saat kita masih bersama, sekarang aku tak tahu masihkah kamu mengingat mimpi itu atau kamu sudah perlahan menghapusnya dari sela-sela memorimu. Bagaimana aku tahu kamu masih mengingat mimpi kita atau tidak, sedangkan kabarmu saja aku tak pernah tahu.
Sejak malam itu, malam terakhir kita bertemu di kota kita, kamu menghilang begitu saja. Aku kira kamu hanya bercanda kalau kamu akan pergi dan meninggalkanku. Tapi nyatanya aku salah, kamu benar-benar pergi, kamu benar-benar pergi dari kenangan yang ada dalam kota kita. Setiap hari, setiap minggu, setiap bulan aku menunggu kamu datang menjemputku dikotaku untuk mendatangi kota kita. Namun itu hanya sia-sia. Kamu tetap tak ada, kamu tetap menghilang bahkan kamu tak pernah mengabariku sedikitpun. Kamu benar-benar pergi dari hidupku, kamu dengan sempurna menghancurkan mimpi kita.
Pertama kali, kamu mengajakku mengunjungi kota kita. Menyusuri setiap tapak jalan yang ada dalam kota kita, lalu kamu pahatkan kenangan di setiap jalan kota kita. Masihkah kamu mengingatnya? Oh iya aku lupa, kamukan sudah menghapus sela-sela memori mimpi kita, mimpi kita yang begitu besar saja kamu hapus, apalagi kenangan kita yang begitu sepele menurutmu tapi begitu istimewa buatku, dengan mudahnya kamu hapus bukan? Ya, aku tahu kamu bukanlah aku, yang begitu sulit melupakan kenangan kita, kamu bukanlah aku yang terlalu dalam menyimpan banyak kenangan kita, dan kamu tak seperti aku yang mencintaimu begitu dalam. Cintamu hanya sekedar kata-kata, lalu kamu hapus kata-kata itu dengan lidah kelumu.
Sore ini adalah kali pertama aku mengunjungi kota kita lagi, setelah 3 tahun aku mencoba menghapus kota kita dalam otakku.  Sayangnya, aku tetap tak bisa menghapus segala yang ada dalam kota kita, salah satunya itu kamu, ya kamu. 5 tahun lalu aku injakkan kakiku dikota ini, kakiku terasa ringan, senyumku tak sedikitpun pudar, mataku terus jelalatan menangkap semua yang ada dikota ini, itu karena ada kamu disampingku. Namun sekarang kakiku rasanya berat sekali untuk menginjak tanah di kota kita ini, senyumku hanya untuk menutupi luka yang dulu ditorehkan oleh kota kita, ah bukan kota kita tapi oleh kamu. Lagi-lagi kamu, padahal aku ingin bercerita tentang kota kita, tapi mengapa hanya kamu yang aku tuliskan. Memang kamu dan kota kita begitu berkorelasi denganku.
Banyak yang berubah dengan kota kita, seperti  aku dan kamu yang begitu banyak berubah. Kini tak ada lagi sosok yang  tersenyum menyambutku di depan stasiun, kini tak ada lagi sosok yang akan melambaikan tangannya saat kereta mulai melaju, kini tak ada lagi sosok yang mengantarkanku ke pantai yang aku mau, sosok yang selalu mendekapku setiap aku akan pergi, sosok yang selalu mencubit ujung hidungku setiap kamu gemas, sosok yang, ah terlalu banyak kalau harus aku ceritakan sosok itu. Sosok itu ya kamu, sosok yang sering aku temui dikota kita dulu. Sekarang aku hanya ingin menemui senja di pantai di kota kita. Aku harap senja itu masih seindah dulu, ah apa akan tetap seindah dulu bila aku menikmatinya tanpamu? Rasanya tidak, meski sore itu aku lihat senja begitu indah,namun tak sesempurna kunikmati senja bila tanpa kamu.
Sore itu, ku coba menyusuri pantai kota kita, dengan gulungan ombak kecil yang menyapu kakiku serta desiran pasir halus yang bergelayutan. Ku coba duduk di hamparan pasir putih yang dulu sering kita tuliskan nama kita berdua, sekarang aku hanya duduk dipasir itu, kutuliskan namaku tapi tidak dengan namamu karena aku tahu aku sudah tidak berhak lagi menuliskan namamu berdampingan dengan namaku. Karena kini tahu kamu sudah dengan yang lain.
Tadi saat aku berjalan menyusuri pantai, tak sengaja aku temukan sosok itu, sosok yang selalu aku rindu, sosok yang telah meninggalkan luka tapi sosok yang masih ku harapkan sampai detik ini. Sosok itu adalah kamu, ya kamu! Sosok yang 5 tahun telah mewarnai hidupku, mengajarkanku tentang banyak hal termasuk tentang arti kehilangan. Kamu memang sudah mewujudkan mimpi itu di kota kita, kamu sudah menggapai mimpi itu, namun yang paling menyayat hatiku adalah kamu mewujudkan mimpi itu bukan bersamaku tapi bersama wanita lain pilihan ibumu.

Kamu tak bahagia tanpa aku


Aku masih bermimpi tentang kisah kita, tak peduli penghalang itu setinggi apa. Yang perlu kamu tau, aku begitu mencintaimu. Meski kadang kamu hampir menyerah ditengah perjalanan kita, tapi aku masih bisa tetap memperjuangkan KITA, agar selamanya KITA tetap menjadi KITA, tanpa terpisah menjadi aku dan kamu. 
Kita selalu berjalan beriringan, tanpa pernah berpisah sedikitpun, lalu apakah sekarang kita harus berjalan berlawanan hanya karena mereka. Mereka yang menentang kita, mereka yang tak pernah merasakan menjadi kita, mereka yang tak pernah tahu bahagianya kita bersama dan sakitnya kita bila kita tak beriringan lagi.
Aku akan melakukan apapun agar membuat kamu bahagia, tapi bukan dengan cara berpisah dengan kamu. Itu hal bodoh!!kalau aku membiarkanmu pergi, Karena aku tau kamu tidak akan bahagia tanpa aku, karena hanya aku yang bisa membuatmu senyum, karena hanya aku yang bisa membuatmu kuat dan karena hanya aku yang bisa membuatmu bahagia. Buktinya saja! Kamu menangis setiap hari selama seminggu aku tak disampingmu,karena aku ada kerja di luar kota dan terpaksa aku tinggalkan kamu di kota kita itu, kamu terus menuliskan pesan singkat kalau kamu merindukanku, apakah itu bukan bukti?, itu hanya bukti kecil. Banyak bukti lain yang membenarkan bahwa kamu takkan bahagia tanpa aku. Bukan aku kePDan, tapi itulah nyatanya. Pernah suatu waktu kamu menemuiku malam-malam, hanya karena aku bilang, aku belum makan, dan kamu membawakanku makanan malam-malam. Itu juga bukti betapa kamu menyayangiku, bukankah suatu hal yang luar biasa bila seorang wanita keluar tengah malam hanya untuk membawakan makanan buat pacarnya, itu hal yang sangat luar biasa. Dan itu bukti kecil betapa kamu menyayangiku, betapa kamu mengkhawatirkanku.
Lalu, kalau sekarang kamu menyerah, akan menjadi apa kamu?! Aku bukan egois, aku hanya takut kalau kamu tak bahagia tanpa aku. Aku sudah membayangkan apa jadinya kamu tanpa aku. Mungkin mereka berkata padamu bahwa melupakanku  hanya sebuah proses,dan waktu akan menyembuhkannya. Tapi yang menjadi pertanyaanku. Seberapa lama proses yang kamu butuhkan untuk melupakanku? Seumur hidup? Ya, pastinya seumur hidup kamu. Aku tahu walaupun banyak pria datang silih berganti di setiap sepimu, tapi aku tahu hanya aku yang bisa memecahkan rasa sepimu, mereka layaknya gelas pecah yang hanya bisa meleburkan kesepianmu sesaat, lalu setelah itu kamu masih terendap sepi tanpa aku. Kamu tak usah munafik, kamu tak usah berusaha tegar dihadapanku, karena aku tahu kamu melebihi kamu tahu diri kamu sendiri. Aku tahu betapa rapuhnya kamu, tanpa aku. Aku tahu setiap malam kamu tak bisa tidur memikirkan kita, bahkan tak jarang kamu menangis setiap kamu mau tidur. Aku ga bohong, apa kamu perlu bukti lagi? Lihat saja lingkar matamu, begitu hitam, wajahmu pucat, tak bercahaya, itu bukan karena kamu begadang mengerjakan tugasmu atau karena kamu melihat tv sampai larut malam. Tapi Itu bukti bahwa kamu tak bahagia bila tanpa aku. Lihat saja kamu yang dulu, kamu yang dulu bersama aku. Matamu selalu berbinar-binar, senyummu selalu mengembang, pipimu tak setirus sekarang, bahkan kamu yang dulu selalu lincah seperti anak kecil yang baru bisa berjalan. Bukankah semua itu bukan bukti kalau kamu tak bahagia tanpa aku.