Pengertian layanan pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus (Tunagrhita)
Layanan pada kakikatnya merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh
seseorang, institusi atau perusahaan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
yang diperlukan. Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai
(1) cara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh
imbalan (uang); (3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa
atau barang.
Anak berkebutuhan tersebut sebagian besar dapat
mengikuti layanan pendidikan sebagaimana anak-anak normal pada umumnya. Kendati
demikian, tentu ada anak-anak berkebutuhan khusus yang memang memerlukan
layanan individual, karena kondisi dan keadaannya yang tidak memungkinkan untuk
mengikuti layanan sebagaimana anak-anak normal.
Dari
segi waktu, pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat
bervariasi. Tidak semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan
sepanjang hidupnya, ada kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer.
Anak-anak mungkin hanya membutuhkan layanan dalam beberapa periode waktu. Contohnya,
anak-anak tunanetra membutuhkan layanan orientasi dan mobilitas hanya
diperlukan pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar. Ada beberapa jenis
layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup (1) layanan medis
dan fisiologis, (2) layanan sosial-psikologis, dan (3) layanan
pedagogis/pendidikan. Beberapa jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli
yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan
anak. Begitu pula layanan yang harus diberikan kepada anak tungrahita harus
mencakep semua aspek layanan tersebut baik
layanan medis dan fisiologis, layanan sosial-psikologis, dan layanan
pedagogis/pendidikan. .
Pendekatan
layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan
individual dan pendekatan remediatif . Pendekatan individual didasarkan
pada assesment kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada dalam
dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah
penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri
sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan
pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi
bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran
dilakukan secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak
berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70
berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55. Sehingga dalam sebaran IQ tersebut
juga berbeda dalam layanan masing-masing.
Ciri Khas Pelayanan
Anak
tunagrahita walaupun mengalami hambatan intelektual, dapat mengaktualisasikan
potensinya asalkan mereka diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dengan
pelayanan khusus. Melalui pelayanan ini mereka akan mampu melaksanakan tugasnya
sehingga dapat memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
Hal
yang paling penting dalam pendidikan anak tunagrahita adalah memunculkan harga
diri sehingga mereka tidak menarik diri dan masyarakat tidak mengisolasi anak
tunagrahita karena mereka terbukti mampu melakukan sesuatu. Pada akhirnya anak
tunagrahita mendapat tempat di hati masyarakat, seperti anggota masyarakat
umumnya.
Untuk mencapai
harapan tersebut diperlukan pelayanan yang memiliki ciri-ciri khusus dan
prinsip khusus, sebagai berikut.
a. Ciri-ciri khusus
1. Bahasa
yang digunakan
Bahasa
yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak tunagrahita adalah bahasa
sederhana, tidak berbelit, jelas, dan gunakan kata-kata yang sering didengar
oleh anak.
2. Penempatan
anak tunagrahita di kelas
Anak
tunagrahita ditempatkan di bagian depan kelas dan berdekatan dengan anak yang
kira-kira hampir sama kemampuannya. Apabila ia di kelas anak normal maka ia
ditempatkan dekat anak yang dapat menimbulkan sikap keakraban.
3. Ketersediaan
program khusus
Di
samping ada program umum yang diperkirakan semua anak di kelas itu dapat
mempelajarinya perlu disediakan program khusus untuk anak tunagrahita yang
kemungkinan mengalami kesulitan.
b. Prinsip khusus
1. Prinsip
skala perkembangan mental
Prinsip
ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia kecerdasan anak tunagrahita.
Dengan memahami usia ini guru dapat menentukan materi pelajaran yang sesuai
dengan usia mental anak tunagrahita tersebut. Dengan demikian, anak tunagrahita
dapat mempelajari materi yang diberikan guru. Melalui prinsip ini dapat
diketahui perbedaan antar dan intraindividu.
Sebagai
contoh: A belajar berhitung tentang penjumlahan 1 sampai 5. Sementara B telah
mempelajari penjumlahan 6 sampai 10. Ini menandakan adanya perbedaan
antarindividu.
Contoh
berikut adalah perbedaan intraindividu, yaitu C mengalami kemajuan berhitung
penjumlahan sampai dengan 20. Tetapi dalam pelajaran membaca mengalami
kesulitan dalam membedakan bentuk huruf.
2. Prinsip
kecekatan motorik
Melalui
prinsip ini anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya. Di
samping itu, dapat melatih motorik anak terutama untuk gerakan yang kurang
mereka kuasai.
3. Prinsip
keperagaan
Prinsip
ini digunakan dalam mengajar anak tunagrahita mengingat keterbatasan anak
tunagrahita dalam berpikir abstrak. Oleh karena sangat penting, dalam mengajar
anak tunagrahita dapat menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga anak
tunagrahita tidak verbalisme atau memiliki tanggapan mengenai apa yang
dipelajarinya. Dalam menentukan alat peraga hendaknya tidak abstrak dan
menonjolkan pokok materi yang diajarkan. Contohnya, anak belajar membaca kata
“bebek”, alat peraganya adalah tulisan kata bebek harus tebal sementara gambar
bebek harus tipis. Maksudnya, gambar bebek hanyalah untuk membantu pengertian
anak.
4. Prinsip pengulangan
Berhubung
anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya maka dalam mengajar
mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi.
Oleh karena itu, dalam mengajar anak tunagrahita janganlah cepat-cepat maju
atau pindah ke bahan berikutnya sebelum guru yakin betul bahwa anak telah
memahami betul bahan yang dipelajarinya.
Contohnya,
C belajar perkalian 2 (1x2, 2x2,). Guru harus mengulang pelajaran itu sampai
anak memahami betul arti perkalian. Barulah kemudian menambah kesulitan materi
pelajaran, yakni 3 2, 4 2, dan seterusnya.
Pengulangan-pengulangan
seperti itu, sangat menguntungkan anak tunagrahita karena informasi itu akan
sampai pada pusat penyimpanan memori dan bertahan dalam waktu yang lama.
5. Prinsip
korelasi
Maksud
prinsip ini adalah bahan pelajaran dalam bidang tertentu hendaknya berhubungan
dengan bidang lainnya atau berkaitan langsung dengan kegiatan kehidupan
sehari-hari anak tunagrahita.
6. Prinsip
maju berkelanjutan
Walaupun
anak tunagrahita menunjukkan keterlambatan dalam belajar dan perlu pengulangan,
tetapi harus diberi kesempatan untuk mempelajari bahan berikutnya dengan
melalui tahapan yang sederhana. Jadi, maksud prinsip ini adalah pelajaran
diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan, segera diberi bahan
berikutnya. Contohnya, menyebut nama-nama hari mulai Senin, Selasa, dan Rabu.
Ulangi dahulu nama hari Senin, Selasa, Rabu, kemudian lanjutkan menyebut Kamis,
Jumat Sabtu, Minggu.
7. Prinsip
individualisasi
Prinsip
ini menekankan perhatian pada perbedaan individual anak tunagrahita. Anak
tunagrahita belajar sesuai dengan iramanya sendiri. Namun, ia harus
berinteraksi dengan teman atau dengan lingkungannya. Jadi, ia tetap belajar
bersama dalam satu ruangan dengan kedalaman dan keluasan materi yang berbeda.
Contohnya,
pada jam 8.00 murid kelas 3 SDLB belajar berhitung. Materi pelajaran anak-anak
itu berbeda-beda sehingga terdiri dari 3 kelompok. Kelompok 1 harus ditunggui
barulah ia akan belajar, sedangkan kelompok 2 cukup diberi penjelasan dan langsung
mengerjakan tugasnya.
2. Model Layanan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus Layanan Pendidikan
Inklusif (Inclusive Education)
Sejalan
dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada
keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for
All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan
guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua)
orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk
memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta
kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam
tahap rintisan.
Berikut ini beberapa model
pembeljaran yang bisa di gunakan untuk anak tuna grahita yang ada di sekolah
inklusi, beberapa model ini lebih mengedepankan kerjasama kelompok serta
interaksi antara anak tuna grahita tersebut dengan anak lain yang tidak
memiliki hambatan di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu anak tuna
grahita tersebut beradaptasi serta mengembangkan potensi yang dimiliki dengan
di bantu oleh teman sebayanya yang tidak memiliki
hambatan.
·
Cooperatif Integrated Reading And Composition (Circ)
Langkah-langkah:
1.
Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang heterogen
2.
Guru memberikan wacana/kliping sesuai topik
pembelajaran
3.
Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide
pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana kliping dan ditulis pada selembar
kertas
4.
Mempresentasikan/membacakan hasil kerja kelompok
5.
Guru membuat kesimpulan bersama
6.
Penutup
·
Make- A Match
Langkah-langkah:
1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang sesuai untuk sesi riview, sebaliknya satu kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban .
2.
Setiap siswa
mendapat satu lembar kartu.
3.
Setiap siswa
memikirkan jawaban/soal kartu yang dipegang .
4.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu
yang cocok dengan kartunya (soal-jawaban).
5.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin
6.
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap
siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7.
Demikian
seterusnya
8.
Kesimpulan/penutup
·
Snowball Throwing
Langkah-langkah:
1.
Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2.
Guru membentuk
kelompok-kelompok dan memanggil wakil kelompok untuk memberikan penjelasan
tentang materi
3.
Wakil kelompok
kembali ke kelompoknya, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru.
4.
Masing-masing siswa diberikan satu le4mbar kertas
kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh guru
5.
Kemudian kertas
tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari siswa ke siswa yang lain.
6.
Setelah siswa
dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan pada siswa untuk menjawab
pertanyaan tertulis dalam bola kertas secara bergantian
7.
Penutup
·
Course Review Horay
Langkah-langkah:
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2.
Guru
mendemonstrasikan/menyajikan materi
3.
Memberi
kesempatan bertanya kepada siswa
4.
Siswa
menyiapkan sebuah kotak dan beberapa lembar kertas kertas yang sudah diberi
nomor-nomor.
5.
Guru membaca
soal secara acak dan siswa menuliskan jawaban di kertas-kertas tersebut sesuai
nomor yang disebutkan oleh guru dan langsung didiskusikan, jika benar diberi
tanda (V) dan jika salah diisi tanda (X)
6.
Siswa yang
sudah mendapat tanda V harus berteriak horay… atau yel-yel lainnya
7.
Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah
horay
8.
Penutup
·
Picture And Picture
Langkah-langkah:
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2.
Menyajikan materi sebagai pengantar
3.
Guru menunjukkan gambar-gambar kegiatan berkaitan
dengan materi
4.
Guru menunjuk siswa secara bergantian mengurutkan
gambar menjadi urutan logis
5.
Guru menanyakan dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6.
Dari alasan urutan gambar guru memulai menanamkan
konsep sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
7.
Kesimpulan/rangkuman
Pada intinya
pembelajaran pada anak tuna grahita haruslah menggunakan prinsip pembelajaran
yang bersifat esensial seperti :
1)
Bahan yang akan diajarkan perlu
dipecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil dan ditata secara berurutan.
2)
Setiap bagian dari bahan ajar diajarkan
satu demi satu dan dilakukan secara berulang-ulang.
3)
Kegiatan belajar hendaknya dilakukan
dalam situasi yang konkrit.
4)
Berikan kepadanya dorongan untuk
melakukan apa yang sedang ia pelajari.
5)
Ciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dengan menghindari kegiatan belajar yang terlalu formal.
6)
Gunakan alat peraga dalam mengkonkritkan
konsep.
Kelebihan model pendidikan inklusi adalah :
1.
anak akan memperoleh keadilan layanan pendidikan,
tidak dibedakan dari anak normal sehingga secara tidak langsung
dapat membangkitkan motivasi dan gairah
belajar di sekolah
2.
anak dapat berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang
kekurangan yang disandang
3.
anak merasakan perlakuan dan
persamaan hak, harkat dan martabat dalam memperoleh layanan pendidikan tanpa
membedakan antara yang cacat dan yang normal, dan
4.
anak dapat bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan teman-temannya yang normal, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi
berprestasi dalam belajar.
Kekurangan dan kelemahannya adalah
1.
untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi dibutuhkan sarana dan prasarana
yang dapat mengakses kebutuhan individual anak yang tidak gampang dipenuhi oleh
sekolah yang telah menyatakan diri sebagai sekolah inklusi.
2.
Untuk
dapat disebut sebagai sekolah inklusi yang sebenarnya juga dibutuhkan tenaga
pendidik dan tenaga non pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan
sebagainya) yang tidak serta-merta dapat dipenuhi oleh sekolah yang
memproklamirkan diri sebagai sekolah inklusi.
3.
Meskipun
disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis bisa menerima semua
anak tanpa memandang normal atau tidak
normal, namun dalam praktik di lapangan sekolah inklusi biasanya hanya menerima
anak cacat yang berkategori ringan, bukan yang berkategori sedang atau berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar