Kamis, 02 Juli 2015

Tentang menjadi yang terbaik bukan mencari yang terbaik


Mungkin masa ini adalah masa sedang gencar-gencarnya untuk gadis berusia 23 tahun mencari pasangan yang terbaik.
https://wallmazryq.files.wordpress.com/2013/11/3551820586_390bbd6bc9.jpg?w=510
Kemarin saya pikir harus mencari pasangan yang terbaik, agar kelak dapat menjadi iman bagi keluarga. Baik yang saya maksudkan dalam hal sikap, pemikiran terutama dalam hal keimanannya. Dari kemarin saya terus mencoba cari yang terbaik, saya melihatnya dari berdikusi masalah agama. Kenapa saya memilih dengan diskusi agama? Karena saya ingin suatu saat jika berkeluarga nanti, pasangan saya akan menutupi kekurangan saya dengan kelebihannya, jika saya telat sholat saya harap ada yang mengingatkan atau sekedar mengingatkan saya ketika saya sedang menceritakan keburukan orang lain. Saya ingin pasangan saya juga mengajak kami (saya dan anak-anak kami kelak) membaca Al-Quran bersama setelah sholat bersama atau membangunkan di waktu sepertiga malam untuk tahajud bersama. Saya juga menginginkan pasangan saya nanti mendidik anak-anak kami dengan berpedoman pada agama, saya ingin anak saya nanti masuk pesantren, setidaknya ini untuk kebaikan anak kami kelak, karena zaman akan terus berubah.
Saya terus mencoba mencari yang terbaik. Tapi setelah saya pikir kembali kenapa saya mencari yang terbaik kalau saya sendiri tidak memperbaiki diri saya, saya tidak memantaskan diri saya agar mendapatan yang terbaik.
Menurut saya orang berumah tangga itu diibaratkan sebuah gelas dengan air. Misalnya kualitas pasangan kita adalah air dan kita gelasnya, bagaimana gelas diisi dengan air yang melebihi kapasitas gelas itu? Pasti air yang melebihi gelas itu akan jatuh sia-sia karena gelas tidak bisa menampungnya, nah agar kita bisa menampung air itu. Kita juga harus meningkatkan kualitas kita (kita menjadi gelas yang besar yang bisa menampung air itu agar tidak sia-sia).
Agar semuanya seimbang maka kita juga harus menjadi gelas yang siap menampung seeberapa besar volume air yang akan dimasukan, dengan menjadi gelas yang siap menampung maka tidak ada air yang sisia. Bukankah “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”( Q.S AN-NUR:26).

Jadi yuks coba memperbaiki diri dan memantaskan diri untuk mendapatkan yang terbaik 

sendu

Bersama guratan cahaya senja pernah  aku titipkan mimpi pada wajahmu yang sendu,  entah kau masih mengingatnya atau tidak.
Mimpi itu masih nyata aku bayangkan meski kini sendumu jadi semu
Tentang rasa yang telah ku titipkan pada sebuah organ dalam tubuhmu yang kau sebut hati, masihkah kau menyimpan rasa itu dihatimu?
Ataukah telah engkau buang semua rasa itu dan kau gantikan dengan rasa baru?
Biar aku kejar senja itu sejauh apa dia lari asal kau masih disini, bersamaku, menikmati guratan cahaya sendu yang terbias di balik wajahmu.
Aku tak pernah lelah, bahkan jika aku harus jatuh berkali-kali asalkan kau masih disini, bersamaku, bercerita tentang mimpi mimpi yang pernah kita sematkan dalam angan-angan yang terpatri dalam asa.
Aku tak pernah lelah jika aku harus berjalan sejauh kau mau asalkan kau masih disini, bersamaku, bersedia menyandarkan kembali pundakmu, bersedia kembali menguratkan senyum bahkan tawa renyahku.
Biarlah mereka bilang aku bodoh, aku sungguh tak peduli, karena aku mencintaimu tanpa mereka tahu alasanku apa.
Karena terkadang ada rasa yang tak harus beralasan meski kadang ada sesak yang tak mampu terucapkan, biarlah mungkin aku memang bodoh.
Karena tanpamu aku seperti berjalan diatas udara, antara aku harus terbang atau aku harus jatuh tersungkur lalu menangis merasakan sakit yang kata orang hal itu biasa.

Sungguh aku rindu sendunya wajahmu bersama senja yang kini semu.........