Kita itu ibarat senja dan sore, sore akan indah apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore.
Kamu
masih ingat aku? Iya aku yang dulu selalu jadi teristimewa untukmu, semoga kamu
masih mengingatnya yah? Walaupun aku hanya mantanmu. Ya mantanmu! Kata yang
sangat menyakitkan untukku. Masihkah kamu mengenangnya? Mengenang kita yang
selalu menikmati senja bersama, mengenang kita yang selalu menghitung bintang
di malam yang panjang, mengenang kita yang selalu tersenyum dalam gemuruh hujan.
Masihkah kamu mengingatnya?
Kita itu
ibarat senja dan sore, sore akan indah
apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore. Kalimat yang
selalu kau ucapkan setiap kita menikmati ciptaan agung Sang Pencipta yaitu
senja. Tapi itu dulu, sewaktu kita masih
meniti mimpi kita, sekarang apakah kamu juga mengucapkan kalimat itu buat dia
yang bersamamu.
Dulu kita
bersama lewati jalan yang begitu terjal, menapaki setiap jalan yang berlorong
walau kadang duri menancap kuat di kaki kita, kita selalu saling menguatkan,
terkadang air mata jatuh di saat kita berada di ujung yang sangat membuat kita
terpuruk. Dulu kamu selalu bilang bahwa aku adalah wanita yang selalu
menopangmu di saat kamu terperosok, memang benar. Aku yang selalu ada di saat
kamu terpuruk, aku yang selalu membangkitkanmu di saat kamu jatuh, aku selalu
mengusap air matamu di saat kamu sudah tak kuat menahan beban itu, aku selalu
ada disaat lengahmu agar kamu tak terbuai dan aku yang selalu menyandarkan
pundakku, mendengarkan semua isi hatimu,
menguatkan kerapuhanmu dan menegadahkan tanganku di setiap doaku. Aku yang
selalu mengatakan bahwa kamu bisa mewujudkan semua mimpimu. Aku tak pernah
lelah menghadapimu yang sedang marah, ah tapi itu dulu.
Sekarang
kamu sudah bersama dia, apakah wanitamu sepertiku? Ataukah dia lebih dari yang
telah aku berikan padamu ataukah kamu menyesal dengan wanitamu? Aku harap
wanitamu itu lebih dariku walau sangat tidak mungkin, karena dia hanya tahu
kamu saat kamu berada di puncak, dia tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu
bagaimana susahnya kamu mencapai puncak. Dia juga tak pernah tahu bahwa ada
seorang wanita yang dulu selalu ada menemanimu di tengah tangisanmu. Dia tak
pernah melihatmu menangis bukan? Tentu saja, karena hanya aku yang selalu bisa
menghapus tangismu, membuat tawamu kembali, membuat senyummu kembali mengembang.
Hanya aku kan yang bisa?
Dan kini
kamu kembali datang, memintaku untuk menopangmu kembali, memintaku untuk
meghapus air matamu, memintaku untuk disampingmu lagi menapaki jalan melewati
bukit yang terjal hingga mencapai puncak, dan ketika kamu sudah mencapai puncak
kamu akan bersama yang lain. Aku tak sebodoh itu, walau air matamu terus
mengalir aku tak pernah lagi menghapusnya, aku tak kan bisa menjadi aku yang
dulu untukmu. Kemana kamu disaat aku jatuh? Kemana kamu disaat aku tersungkur? Kemana
kamu saat aku menangis, menjerit? Kamu pergikan dengan dia? Kamu tak peduli
dengan aku, bahkan kamu tak pernah menganggap keberadaanku.
Kamu begitu
sombong ketika berada di puncak, kamu begitu angkuh sekarang ketika kamu berada di titik lemahmu, kamu memintaku
lagi? Aku tak akan pernah menjadi aku yang dulu untukmu, aku yang bodoh dan
selalu mengalah untukmu, aku yang bodoh yang selalu menguatkan orang yang tak
tahu diri sepertimu!
Ditulis saat hujan dan penuh kabut di kamar kos (Cilimus, Bandung 18 April 2013 pukul 11.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar