Rabu, 17 April 2013

masih mengingat aku?




 Kita itu ibarat senja dan  sore, sore akan indah apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore.

Kamu masih ingat aku? Iya aku yang dulu selalu jadi teristimewa untukmu, semoga kamu masih mengingatnya yah? Walaupun aku hanya mantanmu. Ya mantanmu! Kata yang sangat menyakitkan untukku. Masihkah kamu mengenangnya? Mengenang kita yang selalu menikmati senja bersama, mengenang kita yang selalu menghitung bintang di malam yang panjang, mengenang kita yang selalu tersenyum dalam gemuruh hujan. Masihkah kamu mengingatnya?
Kita itu ibarat senja dan  sore, sore akan indah apabila ada senja tapi senja tidak ada apabila tak ada sore. Kalimat yang selalu kau ucapkan setiap kita menikmati ciptaan agung Sang Pencipta yaitu senja.  Tapi itu dulu, sewaktu kita masih meniti mimpi kita, sekarang apakah kamu juga mengucapkan kalimat itu buat dia yang bersamamu.  
Dulu kita bersama lewati jalan yang begitu terjal, menapaki setiap jalan yang berlorong walau kadang duri menancap kuat di kaki kita, kita selalu saling menguatkan, terkadang air mata jatuh di saat kita berada di ujung yang sangat membuat kita terpuruk. Dulu kamu selalu bilang bahwa aku adalah wanita yang selalu menopangmu di saat kamu terperosok, memang benar. Aku yang selalu ada di saat kamu terpuruk, aku yang selalu membangkitkanmu di saat kamu jatuh, aku selalu mengusap air matamu di saat kamu sudah tak kuat menahan beban itu, aku selalu ada disaat lengahmu agar kamu tak terbuai dan aku yang selalu menyandarkan pundakku,  mendengarkan semua isi hatimu, menguatkan kerapuhanmu dan menegadahkan tanganku di setiap doaku. Aku yang selalu mengatakan bahwa kamu bisa mewujudkan semua mimpimu. Aku tak pernah lelah menghadapimu yang sedang marah, ah tapi itu dulu.
Sekarang kamu sudah bersama dia, apakah wanitamu sepertiku? Ataukah dia lebih dari yang telah aku berikan padamu ataukah kamu menyesal dengan wanitamu? Aku harap wanitamu itu lebih dariku walau sangat tidak mungkin, karena dia hanya tahu kamu saat kamu berada di puncak, dia tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu bagaimana susahnya kamu mencapai puncak. Dia juga tak pernah tahu bahwa ada seorang wanita yang dulu selalu ada menemanimu di tengah tangisanmu. Dia tak pernah melihatmu menangis bukan? Tentu saja, karena hanya aku yang selalu bisa menghapus tangismu, membuat tawamu kembali, membuat senyummu kembali mengembang. Hanya aku kan yang bisa?
Dan kini kamu kembali datang, memintaku untuk menopangmu kembali, memintaku untuk meghapus air matamu, memintaku untuk disampingmu lagi menapaki jalan melewati bukit yang terjal hingga mencapai puncak, dan ketika kamu sudah mencapai puncak kamu akan bersama yang lain. Aku tak sebodoh itu, walau air matamu terus mengalir aku tak pernah lagi menghapusnya, aku tak kan bisa menjadi aku yang dulu untukmu. Kemana kamu disaat aku jatuh? Kemana kamu disaat aku tersungkur? Kemana kamu saat aku menangis, menjerit? Kamu pergikan dengan dia? Kamu tak peduli dengan aku, bahkan kamu tak pernah menganggap keberadaanku.
Kamu begitu sombong ketika berada di puncak, kamu begitu angkuh sekarang ketika  kamu berada di titik lemahmu, kamu memintaku lagi? Aku tak akan pernah menjadi aku yang dulu untukmu, aku yang bodoh dan selalu mengalah untukmu, aku yang bodoh yang selalu menguatkan orang yang tak tahu diri sepertimu!

Ditulis saat hujan dan penuh kabut di kamar kos (Cilimus, Bandung 18 April 2013 pukul 11.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar